Rasanya, banyak orang yang setuju jika orang tua
adalah salah satu kunci penting kesuksesan bagi seorang anak. Tanpa orang tua,
tidak mungkin akan ada diri kita di dunia ini. Bicara tentang orang tua, di
satu sisi, juga bicara tentang cerita-cerita menarik sarat makna dibalik peran
dan tanggung jawab yang amat mulia itu.
Setidaknya, itulah yang coba dikumpulkan oleh penerbit
Lingkarantarnusa dan komunitas #katabercerita dalam parentinghood series berjudul Seberapa Capek Jadi Orang Tua. Buku
ini berisi 25 tulisan mengenai peran sebagai orang tau. Kedua puluh lima
penulisnya adalah ibu, entah ini sebuah kebetulan atau tidak.
Buku dengan tebal 215 halaman ini menyajikan berbagai
kisah menarik seputar menjadi orang tua. Secara kuantitas per tulisan, buku ini
memang menyajikan kisah-kisah pendek yang mirip cerpen. Pun demikian, itu semua
tidak mengurangi makna yang terkandung dalam setiap kisahnya.
Secara umum, buku cetakan Juni 2017 ini berkisah
tentang cerita masing-masing penulis dalam menjalani tanggung jawabnya sebagai
orang tua. Sederhana memang, namun dari 25 tulisan yang ada memiliki beragam
warna dan kisah yang menarik untuk dipetik pelajaran dari sana.
Dari latar belakang para penulisnya pun sebenarnya
sudah bisa terlihat bagaimana buku ini adalah buku yang berkualitas. Ya, memang
ini ditulis oleh para ibu namun banyak dari mereka yang juga penulis, bahkan
sudah pernah menerbitkan buku tulisannya sendiri. Pendek kata, buku ini
menyajikan kisah seorang ibu yang sekaligus seorang penulis tentang kehidupan
mereka sebagai orang tua.
Mari mulai dari cerita pertama berjudul Seberapa Capek Jadi Orang Tua yang
ditulis oleh Dian Nofitasari, seorang guru. Garis besarnya, Dian mendapatkan
pertanyaan dari sang anak tentang seberapa capek sih saat menjadi orang tua.
Tulisan yang judulnya dipilih sebagai judul buku inilah jawaban dari pertanyaan
si anak itu tadi.
Dian hadir dalam Seberapa
Capek Jadi Orang Tua dengan gaya penulisan yang amat lugas. Alih-alhir
terkesan menggurui dengan gaya penulisan yang monoton, cerita ini hadir lebih
seperti surat cinta dari ibu kepada sang anak. Tulisan ini mengajak sang anak
sekaligus para pembaca untuk bicara dari hati ke hati. Ia memosisikan diri
bukan sebagai ibu, orang tua, ataupun penulis. Di sini, Dian hadir sebagai
teman bercerita si anak yang menceritakan ulang kisahnya dan kecintaannya pada
sang buah hati lewat sebuah tulisan yang menggugah jiwa.
Beranjak ke halaman 47, kita akan berjumpa dengan Vira
Luthfia, seorang fisikawan medis yang hadir lewat cerita berjudul Pacar-Pacaran. Cerita ini berkisah
bagaimana sang anak yang masih duduk di bangku kelas 1 SD bercerita kepadanya
bahwa ia menyukai lawan jenisnya dan menyebutnya sebagai pacaran.
Lewat tulisannya, Vira menghadirkan bagaimana seharusnya
orang tua merespon sang anak yang mendaku ‘suka’ kepada lawan jenis di usia
yang masih amat belia. Kesan pertama dari membaca cerita ini memang adanya
pembiaran dari sang orang tua dan terkesan santai terhadap fenomena tersebut.
Di balik semua itu, Vira sesungguhnya hadir lewat
sudut pandang psikologis dalam menyikapi cerita sang anak tentang
ketertarikannya pada lawan jenis. Ia lebih mengkhidmati itu sebagai sebuah fase
tumbuh kembang yang normal pada sang anak dalam upaya mencari jati diri. Pacar-pacaran juga menyajikan bagaimana
seharusnya orang tua berani memperkenalkan diri sebagai teman bercerita si anak
sejak usia yang masih amat belia.
Akhir kata, menjadi orang tua memang akan penuh dengan
berbagai kejutan dan cerita-cerita yang tiada pernah terduga sebelumnya. Buku parentinghood series ini setidaknya
menyajikan beberapa di antaranya. Dua puluh lima kisah ini setidaknya
menghadirkan bagaimana masa mengasuh anak dan menjadi orang tua adalah
masa-masa berharga. Baik untuk dibagikan ke sesama orang tua, dihayati sebagai
sebuah pembelajaran pribadi, dan bahkan untuk dituliskan dalam sebuah buku.
Comments
Post a Comment