Apa yang kita bayangkan tentang tulisan yang hanya
berisi 1000 kata? Pasti sebagian dari kita akan bingung; cerita seperti apa
yang bisa dihadirkan tulisan sependek itu? Adalah flash fiction, sebuah genre fiksi pendek yang bahkan jauh lebih
pendek dari sebuah cerita pendek pada umumnya.
Kali ini, penerbit Lingkarantarnusa kembali
menghadirkan buku baru dengan genre flash fiction. Ini adalah buku hasil kontes
menulis fiksi dengan tema #fiksimini, yang merupakan hasil kerjasama dengan
komunitas #katabercerita. Ya, buku ini berisi 27 tulisan dengan panjang
maksimal hanya 700 kata. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi si penulis
karena ia harus bisa mengeksplorasi cerita dengan padat, ringkas, namun tetap
nyaman untuk dibaca.
Hal menarik lainnya, buku ini mempunyai lingkup usia
penulis yang amat luas. Mulai dari pelajar sekolah menengah, guru, dan juga
masyarakat umum turut memberikan sumbangsih untuk buku ini. Perbedaan generasi dan latar belakang para penulisnya
membuat buku ini punya cerita yang amat sangat beragam. Lalu, dari sinilah
keunikan lain muncul. Lingkarantarnusa memutuskan buku ini mempunyai dua judul
sekaligus.
Ya, kita tidak salah membaca, buku ini mempunyai dua
judul – dalam arti lain, tidak ada sampul belakang di buku ini, semuanya adalah
sampul depan. Judul pertama adalah Vermilion
yang berisi 19 tulisan yaitu Vermilion,
Polce, The Calamity, The End, Warisan, Ponte, Kelam, Perfect Circle, Natal
Merah,Onyku, Telepon, Angan, Poow Oh Poow, Trisula, Best Day Ever, Putih
Gading, Langit Malam, Meniti Langit,
dan Aku Ini Siapa.
Judul kedua adalah Batu Lezat yang berisi 19 tulisan.
Di sini kita akan bertemu dengan Batu
Lezat, Anjing Pun Malu, Antre, Eksekusi, Jangan Berdoa Sembarangan, Bisa Bibir
Tak Bergincu, Aku dan Dia, serta
Kasih yang Terpasung.
Tulisan pertama di buku Vermilion adalah sebuah cerita dengan judul yang sama yang ditulis oleh A.R. Dhiandra. Ia hadir
dengan menyajikan jenis cerita tragedi tentang kehidupan Elena. Lewat sudut
pandang Bosco, si teman Elena, cerita ini menghadirkan plot yang sangat padat
walaupun hanya lewat 700 kata. Vermilion berkisah tentang Elena, si gadis yang
misterius asal-usulnya yang merasa terus diikuti seorang pria misterius hingga
ia tidak berani bepergian dan tidur.
Menariknya, Vermilion
hadir tidak seperti potongan cerita dari sebuah novel atau cerpen. Dhiandra
dengan lihai mengolah 700 kata yang ia miliki untuk menggambarkan cerita fiksi
tragedi yang tetap sarat cerita, alur, dan juga komplesitas cerita. Tengok
bagaimana ia bisa menceritakan asal-usul masalah Elena dengan tepat, jauh dari
kesan asal tempel dan menggabungkan cerita.
Mari kita balik buku ini menuju judul kedua dan
bertemu dengan Batu Lezat, sebuah tulisan
karya Suasticha Mahardika. Sekilas, kita mungkin mengira tulisan ini semacam
dongeng atau cerita anak-anak – namun sayangnya anggapan itu salah. Batu Lezat
berkisah tentang permasalahan keluarga Parjo dan Mak Inah yang didera
kemiskinan karena Parjo yang enggan bekerja. Ia merasa gengsi untuk bekerja
menghidupi keluarganya.
Suatu malam, Mak Inah merebus 6 butir batu sambil
berdoa agar Tuhan menolong keluarganya. Keesokan paginya ia melihat
anak-anaknya dengan lahap memakan batu yang ia masak. Kata mereka, batu itu
enak. Parjo trenyuh melihat itu lalu kemudian memutuskan untuk mengubah
sikapnya dan mulai mencari pekerjaan. Di paragraf terakhirnya, ada pula sisi
misterius tulisan ini.
Sederhana memang, tetapi tulisan pendek ini
menghadirkan nilai etnografis tentang kondisi ekonomi masyarakat pinggiran
dengan berbagai sikap dan sifat orang-orang di dalamnya. Inilah nilai lebih Batu Lezat yang mungkin luput dari
perhatian sebagian pembacanya.
Pendek belum tentu Jelek, dan buku dengan dua judul
ini telah menunjukan bahwa tulisan berisi tidak lebih dari 700 kata tetap
menarik dan sarat kualitas di dalamnya.(Syaeful)
Comments
Post a Comment