Skip to main content

Menerjemahkan Hujan



Hujan, adalah sebuah peristiwa alam biasa. Namun bagi mereka yang gemar menulis dan menggeluti bidang sastra, kata ini mewakili berbagai rasa dan makna yang akan sangat susah dijelaskan secara gamblang. Lihat saja, betapa kata ini banyak ditemukan dalam aneka ragam puisi atau prosa. Sapardi Djoko Damono, seorang sastrawan besar Indonesia kontemporer bahkan menamai kumpulan puisinya dengan Hujan Bulan Juni.
Upaya menterjemahkan hujan sebagai sebuah rangkaian cerita ini pula yang dilakukan Gin Teguh dalam buku yang diterbitkan Lingkarantarnusa berjudul Cerita Hujan, Selalu Ada Cerita di Balik Derasnya. Berbeda dengan kebanyakan buku terbitan Lingkarantarnusa lainnya, buku ini menyajikan kumpulan cerita pendek dari satu penulis semata.
Buku ini menghadirkan 14 cerita pendek dengan berbagai tema dan alur cerita yang sangat menarik. Seperti judul resensi kali ini, Gin Teguh rasanya ingin menterjemahkan hujan lewat keempat belas cerita yang ia tulisan di buku ini. Pun, tidak semuanya bicara tentang romansa. Ada pula tema-tema lain.
Mayoritas cerita dalam buku ini menghadirkan kisah dengan alur yang pendek namun mendalam dan sangat rinci. Inilah kekuatan buku terbitan tahun 2012 ini. Lewat alur yang pendek itu, Gin mencoba menghadirkan cerita yang benar-benar mendalam, mengena, sekaligus menyajikan keindahan kepada para pembacanya.
Buku ini tidak hadir dalam cerita yang memuat linimasa panjang. Sekilas memang terlihat seperti cuplikan namun mari kita lihat bagaimana Gin membangun imajinasi yang teramat kuat dengan penyampaian yang ringan. Jauh dari kesan sastrawi yang cenderung rumit dan bertele-tele.
41 Mil adalah cerita pertama dalam buku ini yang bergenre romansa. Bercerita tentang Kucio dan Petrin, sepasang murid SMA yang bersahabat sejak lama, cerita ini menghadirkan twisted plot yang membawa imajinasi pembaca ke dalam gejolak Kucio semenjak berpisah denngan Petrin.
Tidak sekedar menghadirkan romansa yang dipenuhi kisah cinta, 41 mil juga menghadirkan penggambaran latar belakang yang kuat. Dari latar belakang itulah, cerita 41 mil menjadi begitu menarik saat Kucio terjerat romansa yang kuat dengan Petrin, hampir di setiap tempat yang ada di sekitarnya. Bukan sekadar memperkuat imajinasi, latar belakang juga menjadi dasar yang begitu kuat dalam penokohan dan cerita.
Beranjak ke halaman 31, kita akan berjumpa dengan Hujan Semakin Deras Saja. Lagi-lagi, hujan menjadi menjadi bagian penting dari cerita yang berkisah tentang sepasang sahabat bernama Mayang dan Janu ini. Ia tidak hanya berhenti sebagai sebuah judul namun juga menjelma menjadi latar belakang waktu, psikologis, dan memperkuat konflik di antara kedua tokohnya.
Cerita ini lagi-lagi memakai twisted plot dengan narasi deskriptif yang mengambil banyak porsi di dalamnya. Lewat cerita ini pula, rasanya Gin hendak menunjukkan bahwa hujan memang benar-benar tepat untuk dijadikan latar belakang romansa sedih semacam Hujan Semakin Deras Saja ini.
Hal berbeda akan kita temukan pada halaman 47. Lupakan tentang romansa atau cerita-cerita sedih, di sini kita akan bertemu dengan Laron, sebuah cerita yang sebenarnya lebih mirip seperti catatan harian alias diary. Ya, ini memang bukan kisah cinta. Judulnya pun bukanlah bermakna denotatif. Di sini, sang tokoh bercerita tentang masa kecilnya yang beririsan dengan hewan tersebut.
Menariknya, Gin tidak hanya membalut itu dengan nuansa memori yang kuat. Ia juga sanggup menghadirkan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat dalam ceritanya kali ini. Semuanya, masih dihadirkan secara ringan dan mengena dalam hubungan antara si tokoh, orang-orang disekitarnya, dan hewan bernama laron.
Tiga cerita di atas adalah 3 pertama yang akan menyambut pembaca Cerita Hujan, Selalu Ada Cerita di Balik Derasnya. Masih ada 11 cerita menarik lain yang harus para pembaca nikmati untuk menemukan bagaimana seorang Gin Teguh menginterpretasikan hujan sebagai sebuah cerita menakjubkan.





Comments

Popular posts from this blog

Cerita Seorang Psikiater

Semua orang bisa menulis. Pun, semua   orang berhak dan bisa menerbitkan tulisannya. Demikian ungkapan yang cukup terkenal dalam dunia kepenulisan. Agaknya ungkapan itu menjadi makin nyata jika melihat dan membaca buku berjudul Misteri Jiwa dan Perilaku yang diterbitkan oleh penerbit Lingkarnantarnusa. Buku setebal 446 halaman ini tidak ditulis oleh seorang novelis ataupun penulis cerpen. Misteri Jiwa dan Perilaku ditulis oleh dr. Inu Wicaksana, Sp.(KJ)k, MMR yang merupakan seorang dokter bidang psikiatri. Psikiater, demikian masyarakat umum menyebutnya. Beberapa orang mungkin akan teringat dengan Marga T., seorang dokter yang melahirkan novel Badai Pasti Berlalu . Bedanya, Misteri Jiwa dan Perilaku bukanlah novel. Misteri Jiwa dan Perilaku dibagi menjadi 3 bagian. Berturut-turut adalah #sketsamentalhealth , #sudutpandang , dan # adiksinapza . Bagian pertama berisi kumpulan tulisan, atau lebih tepatnya catatan, Inu tentang fenomena penyandang gangguan jiwa berat. Ini adala...

Pendek Belum Tentu Jelek

Apa yang kita bayangkan tentang tulisan yang hanya berisi 1000 kata? Pasti sebagian dari kita akan bingung; cerita seperti apa yang bisa dihadirkan tulisan sependek itu? Adalah flash fiction , sebuah genre fiksi pendek yang bahkan jauh lebih pendek dari sebuah cerita pendek pada umumnya. Kali ini, penerbit Lingkarantarnusa kembali menghadirkan buku baru dengan genre flash fiction. Ini adalah buku hasil kontes menulis fiksi dengan tema #fiksimini, yang merupakan hasil kerjasama dengan komunitas #katabercerita. Ya, buku ini berisi 27 tulisan dengan panjang maksimal hanya 700 kata. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi si penulis karena ia harus bisa mengeksplorasi cerita dengan padat, ringkas, namun tetap nyaman untuk dibaca. Hal menarik lainnya, buku ini mempunyai lingkup usia penulis yang amat luas. Mulai dari pelajar sekolah menengah, guru, dan juga masyarakat umum turut memberikan sumbangsih untuk buku ini.   Perbedaan generasi dan latar belakang para penulisnya membua...

Laku Spiritualitas, Salah Satu Cara Tanggulangi Kerapuhan Jiwa

Catatan Seminar Kerapuhan dan Kesehatan Jiwa, UKDW, Yogyakarta, 23 April 2019 Bukan pertama kali penulis buku Amara di Tengah Jiwa Terbelah dan buku Misteri Jiwa dan Perilaku berbagi ilmu dan pengamalan dalam forum-forum diskusi formal dan informal. Jauh sebelum kedua buku ini terbit, kedua sosok unik ini sudah lebih dahulu melayani banyak orang. Sesil Yuri atau yang lebih dikenal dengan nama aslinya Ria Sutiyoso   secara sukarela membaktikan dirinya untuk membantu orang-orang dengan gangguan jiwa berat. Kerelaanya menyediakan diri untuk melakukan tugas yang tidak mudah bahkan mungkin banyak dihindari orang ini tak lain adalah bentuk rasa syukurnya. Tumbuh dengan dalam keluarga dengan pola asuh tidak ideal yang pada akhirnya memporak-porandakan jiwa empat dari saudara kandungnya justru membuat Ria jadi pribadi yang kuat. Pergolakan hidup yang luar biasa tak mematahkan semangatnya justru membawanya jadi penolong untuk orang lain. Maka tak heran jika Selasa, 23 April ...